“Polisi hanya menulis
‘bunuh diri’ sebagai akibat kematian. Tetapi, jika mereka tahu, sesungguhnya ia
mati karena dibunuh. Ini merupakan kasus pembunuhan!”
Kurang lebih kalimat
tersebut yang keluar dari mulut Rancho dalam film ‘3 Idiots’. Kalimat tersebut
keluar saat temannya bunuh diri akibat proyeknya tidak diterima oleh sang dosen
dan ia dinyatakan tidak lulus.
Jika dipikir-pikir,
mungkin saja ada benarnya. Mereka –para pelajar– yang meninggal akibat bunuh
diri, sebenarnya mati akibat dibunuh. Dibunuh oleh sebuah sistem yang salah.
Pada tahun 2010 lalu, dilansir
oleh HotInfo, seorang gadis meninggal
akibat menenggak racun. Ningsih, demikian kawannya biasa memanggil, mengirim
SMS sebelum ia bunuh diri Dalam SMS yang dikirim sebelum menelan racun, gadis
itu mengaku sangat syok karena amplop berisi keterangan kelulusan menyebutkan
bahwa ia harus mengulang tes Matematika pada bulan Mei.
Orang-orang mungkin
akan berkata bahwa yang salah adalah sang siswi karena memiliki mental yang
kurang kuat. Oke, saya setuju dengan hal tersebut. Tapi apakah kita pernah
bertanya: mengapa siswi tersebut memiliki mental yang kurang? Saya kira
jawabannya adalah karena satu hal. Mindset.
Ya, mindset! Cara
pikir! Mengapa ia bisa bunuh diri? Karena malu! Malu akan nilai Matematikanya
yang kontras dengan nilai Bahasa Indonesia. Malu dengan teman-temannya karena
ia harus mengulang.
Pertanyaan selanjutnya:
mengapa malu? Lagi-lagi, dengan berat hati saya sampaikan, ini semua karena
mindset. “Mindset yang ditetapkan adalah saat tidak lulus UN, kita seperti
ditelanjangi di depan umum,” ujar Auriga Sony Prabowo, guru saya di SMA.
Kita terlalu naif jika
menyalahkan mental murid semata. Jika kita ingin menyalahkan mental murid,
salahkanlah sistem yang membentuk mindset tersebut.
Lalu apa yang sebaiknya
kita lakukan?
Saya sangat sulit untuk
menjawab pertanyaan itu. Namun, saya kira saya tahu jawabannya. Jawabannya
tergantung siapa Anda.
Jika
Anda adalah murid, camkan ini : saat lo gak lulus UN, gak berarti lo keilangan harapan! There is hope! Di mana harapan itu?
Cari! And you’ll find it!
- Jika
Anda adalah orangtua, camkan ini : Anak bapak/ibu adalah anak yang terbaik. Tidak percaya? Harus!
Bapak/ibu harus percaya. Anak bapak/ibu lahir ke dunia ini karena suatu tujuan.
Jika ia gagal dalam ujian, itu berarti tujuannya mungkin bukan disitu. Saya
mohon kepada bapak/ibu untuk membimbing anaknya dan memberitahukan padanya
bahwa gagal dalam pelajaran bukan berarti kehilangan harapan.
- Jika
Anda adalah pemerintah, camkan ini : Bapak/Ibu Yang
Terhormat, pendidikan itu penting. Pendidikan itu nomor satu. Tapi, Bapak/Ibu
Yang Saya Hormati, apakah sebuah tekanan adalah hal yang terhormat? Apakah
angka di atas kertas pelajar-pelajar itu adalah yang terpenting? Saya kira
Bapak/Ibu Yang Dihormati sudah mengerti.
- Jika
Anda guru, camkan ini :
Pak/Bu, saya tahu, mereka (pelajar) itu menyebalkan. Saya tahu Pak/Bu, Anda
ingin yang terbaik untuk mereka. Tetapi saya tidak tahu bahwa 2-3 digit angka
diatas kertas itu adalah nyawa mereka. Mereka manusia, Pak/Bu, butuh pengertian.
Terimakasih.
Ya,
ya, ya… kurang lebih jawaban-jawaban seperti itulah yang dapat saya berikan.
Sulit? Memang. Kalau gampang, saya tentu tidak akan menulisnya di sini.
Sebelum
ditutup, saya ingin memberi tahu satu hal: manusia itu beragam. Andaikan
manusia hewan, maka ada manusia monyet, manusia burung, manusia gajah, dan
lainnya. Bayangkan jika mereka semua diberi ujian memanjat pohon. Sungguh
malang nasib si gajah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar