Minggu, 04 November 2012

Salahkan Murid, Berarti Salahkan Sistem


“Polisi hanya menulis ‘bunuh diri’ sebagai akibat kematian. Tetapi, jika mereka tahu, sesungguhnya ia mati karena dibunuh. Ini merupakan kasus pembunuhan!”

Kurang lebih kalimat tersebut yang keluar dari mulut Rancho dalam film ‘3 Idiots’. Kalimat tersebut keluar saat temannya bunuh diri akibat proyeknya tidak diterima oleh sang dosen dan ia dinyatakan tidak lulus.


Jika dipikir-pikir, mungkin saja ada benarnya. Mereka –para pelajar– yang meninggal akibat bunuh diri, sebenarnya mati akibat dibunuh. Dibunuh oleh sebuah sistem yang salah.

Pada tahun 2010 lalu, dilansir oleh HotInfo, seorang gadis meninggal akibat menenggak racun. Ningsih, demikian kawannya biasa memanggil, mengirim SMS sebelum ia bunuh diri Dalam SMS yang dikirim sebelum menelan racun, gadis itu mengaku sangat syok karena amplop berisi keterangan kelulusan menyebutkan bahwa ia harus mengulang tes Matematika pada bulan Mei.

Orang-orang mungkin akan berkata bahwa yang salah adalah sang siswi karena memiliki mental yang kurang kuat. Oke, saya setuju dengan hal tersebut. Tapi apakah kita pernah bertanya: mengapa siswi tersebut memiliki mental yang kurang? Saya kira jawabannya adalah karena satu hal. Mindset.

Ya, mindset! Cara pikir! Mengapa ia bisa bunuh diri? Karena malu! Malu akan nilai Matematikanya yang kontras dengan nilai Bahasa Indonesia. Malu dengan teman-temannya karena ia harus mengulang.

Pertanyaan selanjutnya: mengapa malu? Lagi-lagi, dengan berat hati saya sampaikan, ini semua karena mindset. “Mindset yang ditetapkan adalah saat tidak lulus UN, kita seperti ditelanjangi di depan umum,” ujar Auriga Sony Prabowo, guru saya di SMA.

Kita terlalu naif jika menyalahkan mental murid semata. Jika kita ingin menyalahkan mental murid, salahkanlah sistem yang membentuk mindset tersebut.

Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan?

Saya sangat sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, saya kira saya tahu jawabannya. Jawabannya tergantung siapa Anda.


           Jika Anda adalah murid, camkan ini         : saat lo gak lulus UN, gak berarti lo keilangan harapan! There is hope! Di mana harapan itu? Cari! And you’ll find it!

-                      Jika Anda adalah orangtua, camkan ini  : Anak bapak/ibu adalah anak yang terbaik. Tidak percaya? Harus! Bapak/ibu harus percaya. Anak bapak/ibu lahir ke dunia ini karena suatu tujuan. Jika ia gagal dalam ujian, itu berarti tujuannya mungkin bukan disitu. Saya mohon kepada bapak/ibu untuk membimbing anaknya dan memberitahukan padanya bahwa gagal dalam pelajaran bukan berarti kehilangan harapan.

-             Jika Anda adalah pemerintah, camkan ini : Bapak/Ibu Yang Terhormat, pendidikan itu penting. Pendidikan itu nomor satu. Tapi, Bapak/Ibu Yang Saya Hormati, apakah sebuah tekanan adalah hal yang terhormat? Apakah angka di atas kertas pelajar-pelajar itu adalah yang terpenting? Saya kira Bapak/Ibu Yang Dihormati sudah mengerti.

-                    Jika Anda guru, camkan ini                      : Pak/Bu, saya tahu, mereka (pelajar) itu menyebalkan. Saya tahu Pak/Bu, Anda ingin yang terbaik untuk mereka. Tetapi saya tidak tahu bahwa 2-3 digit angka diatas kertas itu adalah nyawa mereka. Mereka manusia, Pak/Bu, butuh pengertian. Terimakasih.

Ya, ya, ya… kurang lebih jawaban-jawaban seperti itulah yang dapat saya berikan. Sulit? Memang. Kalau gampang, saya tentu tidak akan menulisnya di sini.

Sebelum ditutup, saya ingin memberi tahu satu hal: manusia itu beragam. Andaikan manusia hewan, maka ada manusia monyet, manusia burung, manusia gajah, dan lainnya. Bayangkan jika mereka semua diberi ujian memanjat pohon. Sungguh malang nasib si gajah…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar